Selasa, 21 Mei 2013

Kejujuranku, Kebanggaanku

Aku memang paling menjaga kejujuran di antara teman-temanku yang lain. Lebih utama kejujuran saat menghadapi ujian, ulangan harian. Kejujuran itu memang amatlah luas. Kejujuran lisan, Kejujuran ketika bekerja, kejujuran ketika menyampaikan pendapat. Kejujuran perbuatan pun banyak macamnya. Nah, aku berusaha menyempurnakan kejujuranku di bidang perbuatan ketika di sekolah.
Kawan, mari aku ceritakan pengalamanku.. Let's go!

Saar itu, aku baru saja pindah sekolah. Sebut saja sekolah A. Aku besekolah di sekolah A, dan memiliki teman-teman yang cukup baik kepadaku. Mereka memaklumiku yang memang tak ingin diconteki. Semua berjalan damai, tanpa ada masalah yang berlebih.
Nah, beberapa bulan kemudian, aku dipindahkan menuju salah satu sekolah. Sebut saja sekolah B. Di sekolah B, aku mengira teman-temannya akan sebaik sekolah A. Ternyata, dugaanku salah. Saat hari pertama ulangan harian, aku tak menyangka mendapat nilai 100. Ulangan kedua, 100. Ulangan ketiga, 100. Dan akhirnya, cerita itu mejadi desas-desis yang cukup populer di sekolah B. Kakak kelasku banyak yang bertanya-tanya kepadaku. Aku hanya merendahkan diri.

Pasti, kalian bingung. Di mana letak kejujuranku? Oke, akan kujelaskan! Teman-teman perempuan di kelasku pun mulai mendekatiku.Di suatu ulangan, mereka banyak yang ingin menyontek kepadaku. Ingat, banyak! Bukan hanya satu-dua orang saja. Bagaimana menurutmu sikapku saat itu?
A.Mengabaikan, sambil terus beralasan bahwa aku tidak bisa
B.Memberi jawaban kepada mereka, karena aku merasa bahwa aku anak baru, yang tak berani menolak.

Oke, ini bercerita tentang kejujuranku. Maka aku memilih jalur A. Aku pura-pura tak mendengar. Smapai mereka meneriakiku, aku mengaku aku tak bisa. Tetapi, oh! Kembali mendapat nilai 100. Aku bingung, sekaligus takut. Karena, teman-temanku memandangku dengan raut wajah sinis.

Pasrah, dan berharap ini jalan yang terbaik. Lama-lama, teman-temanku mulai menjauhiku dan mengata-ngataiku. Pelit! Sombong! Sok! Ya, seperti itu. Semua menjauhiku. Aku bingung. Selama istirahat, aku selalu di kelas. Selama pelajaran berlangsung pun, tak ada teman-temanku yang ingin sebangku denganku. Alasannya, karena aku tak pernah mau memberi contekan kepada mereka.

Menurutmu, bagaimana kalau kamu menjadi aku? Apa yang kalian akan lakukan? Ya, ini memang sudah terjadi. Sebenarnya, aku ingin sekali berteriak kepada mereka. "Aku tidak akan memberi contekan kepada kalian, dan aku aku tidak akan meminta conteka kepada kalian!" Tapi, nihil kalau aku bisa mengungkapkan kalimat itu di depan teman-temanku.

Nah, kawan! Aku cuma inginn kalian yang membaca tulisanku dapat termotivasi untuk tidak mencotek. Bagaimanapun juga, mencontek itu sama aja korupsi. Bayangin deh, kalau masib kecil aja udah menyontek (korupsi nilai), bisa dipastikan kalau besar mencuri (korupsi uang). Mungkin, kalian menganggap kegiatan 'korupsi nilai' itu biasa. Nah, orang-orang dewasa pun juga menganggap 'korupsi uang' itu biasa. Menyontek, kalau ketahuan biasanya dihukum ulangan lagi, dipanggil guru. Korupsi juga, kalau ketahuan biasanya dihukum penjara, dipanggil KPK.

Siapa sekarang yang mau bilang kalo menyontek nggak sama dengan korupsi? Semuanya, sama.   Smaa-sama merugikan diri sendiri dan orang lain. Terima Kasih, atas waktu luangnya membaca tulisan singkat saya! :)
 
21 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar